Yogyakarta

Banyak orang menyebut Yogyakarta dengan nama berbeda-beda. Orang-orang tua menyebut Ngayogyakarta, orang-orang Jawa Timur dan Jawa Tengah menyebut Yogja atau Yojo. Disebut Jogja dalam slogan Jogja Never Ending Asia. Belakangan muncul sebutan baru, yaitu Djokdja. Sekilas memang membingungkan, namun menunjuk pada daerah yang sama. Lalu, bagaimana bisa kisahnya sampai nama kota ini bisa begitu bervariasi?
Paling tidak, ada 3 perkembangan yang bisa diuraikan. Nama Ngayogyakarta dipastikan muncul tahun 1755, ketika Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I mendirikan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Kraton yang berdiri di Alas Bering itu merupakan wujud Perjanjian Giyanti yang dilakukan dengan Pakubuwono III dari Surakarta.

Tak jelas kapan mulai muncul penamaan Yogyakarta, apakah muncul karena pemenggalan dari nama Ngayogyakarta atau sebab lain. Namun, nama Yogyakarta secara resmi telah dipakai sejak awal kemerdekaan Indonesia. Ketika menjadi ibukota Indonesia pada tahun 1949, kota yang juga bergelar kota pelajar ini sudah disebut Yogyakarta. Sri sultan Hamengku Buwono IX juga menggunakan nama Yogyakarta ketika mengumumkan bahwa kerajaan ini merupakan bagian dari Republik Indonesia.
Berbagai penamaan muncul kemudian, seperti Yogja, Jogja, Jogya dan Yogya. Bisa dikatakan bahwa variasi nama itu muncul akibat pelafalan yang berbeda-beda antar orang dari berbagai daerah di Indonesia. Uniknya, hampir semua orang bisa memahami tempat yang ditunjuk meski cara pengucapannya berbeda.
Karena kepentingan bisnis, nama Jogja kemudian menguat dan digunakan dalam slogan Jogja Never Ending Asia. Slogan tersebut dibuat untuk membangun citra Yogyakarta sebagai kota wisata yang kaya akan pesona alam dan budaya. Alasan dipilih 'Jogja' adalah karena (diasumsikan) lebih mudah dilafalkan oleh banyak orang, termasuk para wisatawan asing. Sempat pula berbagai institusi mengganti Yogyakarta dengan Jogjakarta.
Nama Djokdja dalam rubrik Tour de Djokdja. Nama itu bukanlah rekayasa, melainkan pernah digunakan pada masa kolonial Belanda. Terbukti, saat itu terdapat sebuah hotel yang bernama Grand Hotel de Djokdja di ujung utara jalan Malioboro. Kini, hotel itu masih tetap berdiri namun berganti nama menjadi Inna Garuda. Nama 'Djokdja' dipilih untuk memberi kesan kuno dan mengajak para pembaca bernostaligia.
Dengan berbagai lafal dan cara penulisannya, bisa dikatakan Yogyakarta merupakan daerah yang paling banyak memiliki variasi nama. Jakarta hanya memiliki satu (Jayakarta), sementara Bali tidak memilikinya sama sekali. Kota wisata lain di dunia seperti Bangkok, Singapura, Cartagena, Venesia bahkan tak terdengar memiliki nama-nama variasi. Kota-kota metropolitan seperti New York, Los Angeles, dan London juga tidak mempunyai.
Kini anda tak perlu bingung lagi jika kebetulan ada orang yang menuliskan kota Yogyakarta seperti caranya melafalkan. Jika mencari tahu tentang seluk beluk kota ini di internet, nama Yogyakarta merupakan yang paling tepat sebab merupakan nama yang paling umum digunakan dalam bahasa tulisan. Alternatif lainnya, anda bisa menggunakan nama Jogja, nama kedua yang paling sering digunakan.

YOGYAKARTA (sering juga disebut Jogja, Yogya, atau Jogya) terletak di tengah Pulau Jawa - Indonesia, tempat segalanya masih murah. Cukup dengan 200rb sehari, Anda sudah bisa menginap, menyantap masakan tradisional yang terkenal, dan menyewa motor untuk menjelajahi pantai-pantai yang masih perawan dan candi-candi kuno berusia ribuan tahun.


Borobudur
Seribu tahun silam, Yogyakarta merupakan pusat kerajaan Mataram Kuno yang makmur dan memiliki peradaban tinggi. Kerajaan inilah yang mendirikan Candi Borobudur yang merupakan candi Buddha terbesar di dunia, 300 tahun sebelum Angkor Wat di Kamboja. Peninggalan lainnya adalah Candi Prambanan, Istana Ratu Boko, dan puluhan candi lainnya yang sudah direstorasi maupun yang masih terpendam di bawah tanah
Namun oleh suatu sebab yang misterius, Kerajaan Mataram Kuno memindahkan pusat pemerintahannya ke Jawa Timur pada abad ke-10. Candi-candi megah itu pun terbengkalai dan sebagian tertimbun material letusan Gunung Merapi. Perlahan-lahan, wilayah Yogyakarta pun kembali menjadi hutan yang lebat.
Enam ratus tahun kemudian, Panembahan Senopati mendirikan Kerajaan Mataram Islam di wilayah ini. Sekali lagi Yogyakarta menjadi saksi sejarah kerajaan besar yang menguasai Pulau Jawa dan sekitarnya. Kerajaan Mataram Islam ini meninggalkan jejak berupa reruntuhan benteng dan makam kerajaan di Kotagede yang kini dikenal sebagai pusat kerajinan perak di Yogyakarta

Wayang Kulit Show
Perjanjian Giyanti pada tahun 1755 membagi Kerajaan Mataram Islam menjadi Kasunan Surakarta yang berpusat di Kota Solo dan Kesultanan Yogyakarta yang mendirikan istananya di Kota Jogja. Kraton (istana) tersebut masih berdiri hingga kini dan masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan keluarganya, lengkap dengan ratusan abdi dalem yang secara sukarela menjalankan tradisi di tengah perubahan jaman. Di Kraton, setiap hari ada pagelaran budaya berupa pertunjukan wayang kulit, gamelan, sendratari Jawa, dsb
Yogyakarta pada masa kini merupakan tempat tradisi dan dinamika modern berjalan berdampingan. Di Yogyakarta ada kraton dengan ratusan abdi dalem yang setia menjalankan tradisi, namun juga ada Universitas Gadjah Mada yang merupakan salah satu universitas terkemuka di Asia Tenggara. Di Yogyakarta sebagian masyarakat hidup dalam budaya agraris yang kental, namun juga ada kaum mahasiswa dengan gaya hidup pop. Di Yogyakarta ada pasar tradisional dan barang kerajinan sementara di sebelahnya berdiri mall yang tak kalah ramainya.

Pantai Sundak
Di ujung utara Yogyakarta, Anda akan melihat Gunung Merapi berdiri dengan gagah setinggi 9738 kaki. Gunung ini adalah salah satu dari gunung berapi yang paling aktif di Indonesia. Jejak ganasnya letusan Gunung Merapi tahun 2006 lalu bisa disaksikan di Desa Kaliadem, 30 km dari Kota Jogja. Pemandangan bergaya Mooi Indiƫ berupa hamparan sawah nan hijau dan Gunung Merapi sebagai latar belakang masih bisa dilihat di pinggiran Kota Jogja
Di bagian selatan Yogyakarta, Anda akan menemukan banyak pantai. Pantai yang paling terkenal adalah Pantai Parangtritis dengan legenda Nyi Roro Kidul, namun Yogyakarta juga memiliki pantai-pantai alami yang indah di Gunung Kidul. Anda bisa melihat Pantai Sadeng yang merupakan muara Sungai Bengawan Solo purba sebelum kekuatan tektonik yang dahsyat mengangkat permukaan Pulau Jawa bagian selatan sehingga aliran sungai tersebut berbalik ke utara seperti saat ini. Anda juga bisa mengunjungi Pantai Siung yang memiliki 250 jalur panjat tebing, Pantai Sundak, dan lain-lain (lihat Pantai).
Malaysia memiliki menara kembar tertinggi di dunia, Yogyakarta memiliki Candi Prambanan yang menjulang setinggi 47 meter dan dibuat dengan tangan 1100 tahun sebelumnya. Singapura memiliki kehidupan modern, Yogyakarta memiliki masyarakat agraris yang tradisional. Thailand dan Bali memiliki pantai-pantai yang indah, Yogyakarta memiliki pantai-pantai alami dan Gunung Merapi yang menyimpan cerita tentang betapa dahsyatnya kekuatan alam.
Kombinasi yang unik antara candi-candi kuno, sejarah, tradisi, budaya, dan kekuatan alam menjadikan Yogyakarta sangat layak untuk dikunjungi. Situs chakysblog.blogspot.com akan membantu Anda merencanakan kunjungan ke Yogyakarta dan menikmati pesona terbaik dari tempat ini. Kami menyediakan informasi yang melimpah tentang obyek wisata, hotel bintang, hotel murah, restoran, warung makan, biro wisata, rental mobil dan segala informasi yang Anda butuhkan untuk berwisata ke Yogyakarta / Jogja.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih anda telah berkunjung diblog saya,,,!!!
Jangan lupa comment ya,,,!!!! U Comment I Follow!!!
comment anda sangat berarti buat kemajuan blog saya,,
Blog ini DoFollow